Tanggung jawab sosial
perusahaan
Tanggung
jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility (selanjutnya dalam artikel
akan disingkat CSR) adalah suatu konsep bahwa organisasi, khususnya (namun bukan hanya) perusahaan adalah memiliki berbagai bentuk
tanggung jawab terhadap seluruh pemangku kepentingannya, yang di antaranya
adalah konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan
yang mencakup aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Oleh karena itu, CSR
berhubungan erat dengan "pembangunan
berkelanjutan", di mana suatu organisasi, terutama
perusahaan, dalam melaksanakan aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya
tidak semata berdasarkan dampaknya dalam aspek ekonomi, misalnya tingkat
keuntungan atau deviden, melainkan juga harus menimbang dampak
sosial dan lingkungan yang timbul dari keputusannya itu, baik untuk jangka
pendek maupun untuk jangka yang lebih panjang. Dengan pengertian tersebut, CSR
dapat dikatakan sebagai kontribusi perusahaan terhadap tujuan pembangunan
berkelanjutan dengan cara manajemen dampak (minimisasi dampak negatif dan
maksimisasi dampak positif) terhadap seluruh pemangku kepentingannya.
Analisis dan pengembangan
Ini yang
menjadi perhatian terbesar dari peran perusahaan dalam masyarakat telah
ditingkatkan yaitu dengan peningkatan kepekaan dan kepedulian terhadap
lingkungan dan masalah etika. Masalah seperti perusakan lingkungan, perlakuan
tidak layak terhadap karyawan, dan cacat produksi yang mengakibatkan ketidak
nyamanan ataupun bahaya bagi konsumen adalah menjadi berita utama surat kabar. Peraturan pemerintah pada beberapa negara mengenai lingkungan hidup dan permasalahan sosial semakin
tegas, juga standar dan hukum seringkali dibuat hingga
melampaui batas kewenangan negara pembuat peraturan (misalnya peraturan yang
dibuat oleh Uni Eropa. Beberapa investor dan perusahaam manajemen investasi
telah mulai memperhatikan kebijakan CSR dari Surat perusahaan dalam membuat
keputusan investasi mereka, sebuah praktek yang dikenal sebagai "Investasi
bertanggung jawab sosial" (socially responsible investing).
Banyak
pendukung CSR yang memisahkan CSR dari sumbangan sosial dan "perbuatan
baik" (atau kedermawanan seperti misalnya yang dilakukan oleh Habitat
for Humanity atau Ronald
McDonald House), namun sesungguhnya sumbangan sosial merupakan bagian
kecil saja dari CSR. Perusahaan di masa lampau seringkali mengeluarkan uang
untuk proyek-proyek komunitas, pemberian beasiswa dan pendirian yayasan sosial. Mereka
juga seringkali menganjurkan dan mendorong para pekerjanya untuk sukarelawan
(volunteer) dalam mengambil bagian pada proyek komunitas sehingga
menciptakan suatu itikad baik di mata komunitas tersebut yang secara langsung
akan meningkatkan reputasi perusahaan serta memperkuat merek
perusahaan. Dengan diterimanya konsep CSR, terutama triple bottom line,
perusahaan mendapatkan kerangka baru dalam menempatkan berbagai kegiatan sosial
di atas.
Kepedulian
kepada masyarakat sekitar/relasi komunitas dapat diartikan sangat luas, namun
secara singkat dapat dimengerti sebagai peningkatan partisipasi dan posisi
organisasi di dalam sebuah komunitas melalui berbagai upaya kemaslahatan
bersama bagi organisasi dan komunitas. CSR bukanlah sekedar kegiatan amal, di
mana CSR mengharuskan suatu perusahaan dalam pengambilan keputusannya agar
dengan sungguh-sungguh memperhitungkan akibat terhadap seluruh pemangku
kepentingan (stakeholder) perusahaan, termasuk lingkungan hidup. Hal ini
mengharuskan perusahaan untuk membuat keseimbangan antara kepentingan beragam
pemangku kepentingan eksternal dengan kepentingan pemegang saham, yang
merupakan salah satu pemangku kepentingan internal.
"dunia bisnis, selama setengah
abad terakhir, telah menjelma menjadi institusi paling berkuasa di atas planet
ini. Institusi yang dominan di masyarakat manapun harus mengambil tanggung
jawab untuk kepentingan bersama....setiap keputusan yang dibuat, setiap
tindakan yang diambil haruslah dilihat dalam kerangka tanggung jawab tersebut
Sebuah
definisi yang luas oleh World Business Council for Sustainable Development
(WBCSD) yaitu suatu asosiasi global yang terdiri dari sekitar 200 perusahaan
yang secara khusus bergerak di bidang "pembangunan
berkelanjutan" (sustainable development) yang menyatakan
bahwa:
" CSR merupakan suatu komitmen
berkelanjutan oleh dunia usaha untuk bertindak etis dan memberikan kontribusi
kepada pengembangan ekonomi dari komunitas
setempat atau pun masyarakat luas, bersamaan dengan peningkatan taraf hidup
pekerjanya beserta seluruh keluarganya".
Pelaporan dan pemeriksaan
Untuk
menunjukkan bahwa perusahaan adalah warga dunia bisnis yang baik maka
perusahaan dapat membuat pelaporan atas dilaksanakannya beberapa standar CSR
termasuk dalam hal:
- Akuntabilitas atas standar AA1000 berdasarkan laporan sesuai standar John Elkington yaitu laporan yang menggunakan dasar triple bottom line (3BL)
- Global Reporting Initiative, yang mungkin merupakan acuan laporan berkelanjutan yang paling banyak digunakan sebagai standar saat ini.
- Verite, acuan pemantauan
- Laporan berdasarkan standar akuntabilitas sosial internasional SA8000
- Standar manajemen lingkungan berdasarkan ISO 14000
Di beberapa
negara dibutuhkan laporan pelaksanaan CSR, walaupun sulit diperoleh kesepakatan
atas ukuran yang digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan dalam aspek
sosial. Smentara aspek lingkungan--apalagi aspek ekonomi--memang jauh lebih
mudah diukur. Banyak perusahaan sekarang menggunakan audit
eksternal guna memastikan kebenaran laporan tahunan perseroan yang mencakup
kontribusi perusahaan dalam pembangunan
berkelanjutan, biasanya diberi nama laporan CSR atau laporan
keberlanjutan. Akan tetapi laporan tersebut sangat luas formatnya, gayanya dan
metodologi evaluasi yang digunakan (walaupun dalam suatu industri yang
sejenis). Banyak kritik mengatakan bahwa laporan ini hanyalah sekadar
"pemanis bibir" (suatu basa-basi), misalnya saja pada kasus laporan
tahunan CSR dari perusahaan Enron dan juga
perusahaan-perusahaan rokok. Namun, dengan semakin berkembangnya konsep CSR dan
metode verifikasi laporannya, kecenderungan yang sekarang terjadi adalah
peningkatan kebenaran isi laporan. Bagaimanapun, laporan CSR atau laporan
keberlanjutan merupakan upaya untuk meningkatkan akuntabilitas perusahaan di
mata para pemangku kepentingannya.
Alasan terkait bisnis (business case) untuk CSR
Skala dan
sifat keuntungan dari CSR untuk suatu organisasi dapat berbeda-beda tergantung
dari sifat perusahaan tersebut. Banyak pihak berpendapat bahwa amat sulit untuk
mengukur kinerja CSR, walaupun sesungguhnya cukup banyak literatur yang memuat
tentang cara mengukurnya. Literatur tersebut misalnya metode "Empat belas
poin balanced scorecard
oleh Deming.
Literatur lain misalnya Orlizty, Schmidt, dan Rynes yang menemukan suatu korelasi positif walaupun
lemah antara kinerja sosial dan lingkungan hidup dengan kinerja keuangan
perusahaan. Kebanyakan penelitian yang mengaitkan antara kinerja CSR (corporate
social performance) dengan kinerja finansial perusahaan (corporate
financial performance) memang menunjukkan kecenderungan positif, namun
kesepakatan mengenai bagaimana CSR diukur belumlah lagi tercapai. Mungkin,
kesepakatan para pemangku kepentingan global yang mendefinisikan berbagai
subjek inti (core subject) dalam ISO 26000 Guidance on Social
Responsibility--direncanakan terbit pada September 2010--akan lebih memudahkan
perusahaan untuk menurunkan isu-isu di setiap subjek inti dalam standar
tersebut menjadi alat ukur keberhasilan CSR.
Hasil Survey
"The Millenium Poll on CSR" (1999) yang dilakukan oleh Environics
International (Toronto), Conference Board (New York) dan Prince of Wales
Business Leader Forum (London) di antara 25.000 responden dari 23 negara
menunjukkan bahwa dalam membentuk opini tentang perusahaan, 60% mengatakan
bahwa etika bisnis, praktik terhadap karyawan, dampak terhadap lingkungan, yang
merupakan bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) akan paling
berperan. Sedangkan bagi 40% lainnya, citra perusahaan & brand image-lah
yang akan paling memengaruhi kesan mereka. Hanya 1/3 yang mendasari opininya
atas faktor-faktor bisnis fundamental seperti faktor finansial, ukuran
perusahaan,strategi perusahaan, atau manajemen.
Lebih
lanjut, sikap konsumen terhadap perusahaan yang dinilai tidak melakukan CSR
adalah ingin "menghukum" (40%) dan 50% tidak akan membeli produk dari
perusahaan yang bersangkutan dan/atau bicara kepada orang lain tentang
kekurangan perusahaan tersebut.
Secara umum,
alasan terkait bisnis untuk melaksanakan biasanya berkisar satu ataupun lebih
dari argumentasi di bawah ini:
Sumberdaya manusia
Program CSR
dapat berwujud rekruitmen tenaga kerja dan mempekerjakan masyarakat sekitar.
Lebih jauh lagi CSR dapat dipergunakan untuk menarik perhatian para calon
pelamar pekerjaan , terutama sekali dengan adanya persaingan kerja
di antara para lulusan. Akan terjadi peningkatan kemungkinan untuk
ditanyakannya kebijakan CSR perusahaan, terutama pada saat perusahaan merekruit
tenaga kerja dari lulusan terbaik yang memiliki kesadaran sosial dan
lingkungan. Dengan memiliki suatu kebijakan komprehensif atas kinerja sosial
dan lingkungan, perusahaan akan bisa menarik calon-calon pekerja yang memiliki
nilai-nilai progresif. CSR dapat juga digunakan untuk membentuk suatu atmosfer
kerja yang nyaman di antara para staf, terutama apabila mereka dapat dilibatkan
dalam kegiatan-kegiatan yang mereka percayai bisa mendatangkan manfaat bagi
masyarakat luas, baik itu bentuknya "penyisihan gaji",
"penggalangan dana" ataupun kesukarelawanan (volunteering)
dalam bekerja untuk masyarakat.
Manajemen risiko
Manajemen risiko merupakan salah satu hal paling
penting dari strategi perusahaan. Reputasi
yang dibentuk dengan susah payah selama bertahun-tahun dapat musnah dalam
sekejap melalui insiden seperti skandal korupsi atau tuduhan melakukan perusakan lingkungan hidup. Kejadian-kejadian seperti itu
dapat menarik perhatian yang tidak diinginkan dari penguasa, pengadilan,
pemerintah dan media massa. Membentuk suatu budaya kerja yang "mengerjakan
sesuatu dengan benar", baik itu terkait dengan aspek tata kelola
perusahaan, sosial, maupun lingkungan--yang semuanya merupakan komponen
CSR--pada perusahaan dapat mengurangi risiko terjadinya hal-hal negatif
tersebut..
Membedakan merek
Di tengah
hiruk pikuknya pasar maka perusahaan berupaya keras untuk membuat suatu cara
penjualan yang unik sehingga dapat membedakan produknya dari para pesaingnya di
benak konsumen. CSR dapat berperan untuk menciptakan loyalitas konsumen atas
dasar nilai khusus dari etika perusahaan yang juga merupakan nilai yang dianut
masyarakat. Menurut Philip Kotler dan Nancy Lee, setidaknya ada dua jenis kegiatan
CSR yang bisa mendatangkan keuntungan terhadap merek, yaitu corporate social
marketing (CSM) dan cause related marketing (CRM). Pada CSM,
perusahaan memilih satu atau beberapa isu--biasanya yang terkait dengan
produknya--yang bisa disokong penyebarluasannya di masyarakat, misalnya melalui
media campaign. Dengan terus menerus mendukung isu tersebut, maka lama
kelamaan konsumen akan mengenali perusahaan tersebut sebagai perusahaan yang
memiliki kepedulian pada isu itu. Segmen tertentu dari masyarakat kemudian akan
melakukan pembelian produk perusahaan itu dengan pertimbangan kesamaan
perhatian atas isu tersebut. CRM bersifat lebih langsung. Perusahaan menyatakan
akan menyumbangkan sejumlah dana tertentu untuk membantu memecahkan masalah
sosial atau lingkungan dengan mengaitkannya dengan hasil penjualan produk
tertentu atau keuntungan yang mereka peroleh. Biasanya berupa pernyataan rupiah
per produk terjual atau proporsi tertentu dari penjualan atau keuntungan.
Dengan demikian, segmen konsumen yang ingin menyumbang bagi pemecahan masalah
sosial dan atau lingkungan, kemudian tergerak membeli produk tersebut. Mereka
merasa bisa berbelanja sekaligus menyumbang. Perusahaan yang bisa
mengkampanyekan CSM dan CRM-nya dengan baik akan mendapati produknya lebih banyak
dibeli orang, selain juga mendapatkan citra sebagai perusahaan yang peduli pada
isu tertentu.
Ijin usaha
Perusahaan
selalu berupaya agar menghindari gangguan dalam usahanya melalui perpajakan
atau peraturan. Dengan melakukan sesuatu 'kebenaran" secara sukarela maka
mereka akan dapat meyakinkan pemerintah dan masyarakat luas bahwa mereka sangat
serius dalam memperhatikan masalah kesehatan dan keselamatan, diskriminasi atau
lingkungan hidup maka dengan demikian mereka dapat menghindari intervensi.
Perusahaan yang membuka usaha di luar negara asalnya dapat memastikan bahwa
mereka diterima dengan baik selaku warga perusahaan yang baik dengan
memperhatikan kesejahteraan tenaga kerja dan akibat terhadap lingkungan hidup,
sehingga dengan demikian keuntungan yang menyolok dan gaji dewan direksinya
yang sangat tinggi tidak dipersoalkan.
Motif perselisihan bisnis
Kritik atas CSR akan menyebabkan suatu alasan
dimana akhirnya bisnis perusahaan dipersalahkan. Contohnya, ada kepercayaan
bahwa program CSR seringkali dilakukan sebagai suatu upaya untuk mengalihkan
perhatian masyarakat atas masalah etika dari bisnis utama perseroan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar